Khotbah Jumat, 2 Spetember 2022 di Masjid Istiqlal Jakarta
Dr. H. Muammar Bakry, Lc., M.Ag.
ISLAM SEBAGAI AGAMA KASIH SAYANG
الحمد لله رب العالمين . الحمد لله الذي كتب على نفسه الرحمة ، والحمد لله الذي سبقت رحمته غضبه ، والحمد لله الذي وسعت رحمته كل شيء ، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له . وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
أما بعد أيها المسلمون فَاِتَّقُوا اللهَ - عِبَادَ اللهِ - حَقَّ التَّقْوَى وقال تعالى : (وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ فَسَأَكْتُبُهَا لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَالَّذِينَ هُمْ بِآيَاتِنَا يُؤْمِنُونَ .
Jamaah Jumat Rahimakumulloh
Tak terhitung hikmah dan makna dari ayat-ayat yang menjelaskan tentang Islam sebagai agama rahmah. Allah menampakkan rahmatnya pada agama Islam yang sarat dengan kasih sayang.
Tak satupun perintah yang ada dalam Islam yang memberatkan manusia untuk dilakukan, bahkan dalam keadaan tertentu perintah dapat dikondisikan sebagai bentuk keringanan dalam mengamalkan agama seperti meng-qashar dan menjamak salat ketika safar, berbuka puasa bagi orang yang uzur dan lain-lain. Bahkan di awal-awal disyariatkannya agama Islam, umatnya dilarang banyak bertanya kepada Rasululullah agar tidak memberatkan dengan perintah baru seperti yang terjadi pada umat-umat masa lalu.
Islam berpesan kepada umatnya untuk saling mangasihi dan menyayangi
(ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ)
Terjemahnya: Kemudian dari orang yang beriman dan meraka saling menasehati kesabaran dan menasehati untuk berkasih sayang.
Karena itu, Rasulullah saw menasehati kita untuk menebarkan kasih sayang bukan hanya kepada manusia tapi kepada seluruh makhluk
(الراحمون يرحُمهم الرحمنُ، ارحموا أهلَ الأرضِ يَرْحَمْكم من في السماءِ)
Artinya: Orang yang menebar kasih sayang, akan disayangi oleh yang Maha Penyayang, sayangilah penduduk bumi maka penduduk langit akan menyayangiMu.
Untuk mewujudnyatakan tebaran kasih sayang, Islam memerintahkan kita untuk bersilaturahim. Kata yang indah didengar, pilihan dua kata “silatu“ dan “rahim“ dalam merangkai kata majemuk untuk sebuah makna yang sarat dengan hubungan kasih sayang. Betapa mulianya istilah itu, meminjam nama Tuhan yang indah “Arrahim”
قال اللهُ تبارَك وتعالى: أنا الرَّحمنُ خلَقْتُ الرَّحِمَ وشقَقْتُ لها اسمًا مِن اسمي فمَن وصَلها وصَلْتُه ومَن قطَعها بَتَتُّه (رواه أبو داود)
Artinya: Allah berfirman “Saya adalah Arrahman, saya cipatakan Rahim dan kuambil dari pecahan nama-Ku, siapa yang bersilaturahim Aku akan menjalin hubungan dengannya, siapa yang memutuskan silaturrahim Saya akan putuskan hubungan dengannya.
Rahim di mana kita pernah berada di dalamnya selama 9 bulan adalah nama Tuhan untuk kita gunakan dalam bermuamalah di muka bumi ini. Sepertinya menitip pesan kepada kita bahwa apapun profesi, suku, bangsa, bahkan agama kita, kita tetap bersaudara. Kita tercipta dan terlahir dari rahim yang sama.
Segala sesuatunya hanya karena Rahmat Allah swt. Kita hadir di muka bumi dijemput dengan Rahmat Allah, kita hidup di bumi disertai Rahmat Allah, semoga kita tinggalkan bumi ini dengan Rahmat Allah, dan saatnya kita berharap semoga dengan Rahmat Allah kita menikmati Bahagia di akhirat kelak. Seluruh makhluk, hidup karena Rahmat Allah swt.
عن سلمان قال: قال رسولُ الله صلى الله عليه وسلم: إنَّ الله خلقَ -يوم خلقَ السماوات والأرض- مئة رحمة، كلُّ رحمة طباقَ ما بين السماء إلى الأرض، فجعلَ منها في الأرض رحمة، فبها تعطفُ الوالدةُ على ولدها، والوحشُ والطيرُ بعضُها على بعض، فإذا كان يومُ القيامة أكملها بهذه الرحمة
Artinya: Dari Salman berkata, Rasulullah saw bersabda sesungguhnya Allah swt menciptakan langit dan bumi dengan seratus rahmat, setiap rahmat meliputi antara langit dan bumi, 1 dari rahmat dititip di bumi, karena rahmat yang satu itulah sang ibu menyayangi anakanya, binatang hidup dengan sejenisnya dengan berkasih sayang. Nanti pada hari kiamat akan digenapakan kasih sayang itu.
Jamaah Jumat rahimakumulloh
Sesungguhnya berkasih sayang adalah naluri dan fitrah makhluk terutama manusia, mengasihi orang lain hakikatnya mengasihi diri sendiri. Dia adalah aku, dia adalah bagian dari hidupku, sedihnya adalah sedihku, dan bahagianya adalah bahagiaku. Begitulah makna Sabda Nabi
مثلُ المُؤمنين في توادِّهم وتراحُمِهم وتعاطُفِهم مثلُ الجسدِ إذا اشتكى منه عضوٌ تداعى له سائرُ الجسدِ بالسهر والحُمّى)[
Artinya: Umpama orang mukmin dalam berkasih sayang seperti tubuh yang satu, jika satu sakit yang lain merasakan.
Karena itu, Tak dikatakan muslim jika ia tak bisa berdamai dan menyejukkan lingkungan sekitarnya, tak dikatakan mukmin jika ia tak menjaga dan menentramkan selain dirinya, tak dikatakan muhsin jika tak mampu memperbaiki dan merawat alam sekitarnya.
Sumber dan pemilik rahmat adalah sang Maha Rahmat. Huwarrahmanurrahim. Dua sifat yang mendominasi sifat-sifatnya. Dia ar-Rahman tak pilih kasih untuk seluruh makhluknya di bumi. Dia pula Ar-Rahim yang tak terbatas kasihnya untuk hamba-Nya di akhirat.
Islam sebagai konsep yang ideal sebegai referensi agama kasih sayang tak diragukan lagi. Tak ada celah sedikit pun mengidentikkan Islam sebagai agama kekerasan.
Masalahnya adalah, apakah kita bisa menjadi pengamal Islam yang rahmat? Sebab faktanya orang luar kadang mengidentikkan Islam dengan penganutnya. Sikap kita selaku umat Islam adalah taruhannya. Yang menggambar Islam dalam tontonan kehidupan adalah pengantunya. Jangan jangan kita sendiri yang cederai Islam yang rahmah terganti dengan Islam yang marah. AL-Islamu mahjubun bilmuslimin, demikian kehkawatiran Muhammad Abduh.
itulah sebabnya kita selalu memohon bimbingan Allah swt minimal 17 kali untuk konsisten dalam sikap netral (shiratal mustaqim) bukan berada pada dua kutub ekstrim antara ketidakberdayaan (almagdhub) dan kekerasan (adhollin). Netralitas adalah satu makna wasathiyah, wasathiyah hanya dapat dilakoni oleh yang memiliki sifat kasih dan sayang yang terbangun dalam diri seseorang dan masyarakat.
Apakah salat yang minimalis yang kita lakukan, 17 Rakaat dan 5 kali salam, sudah mampu kita implementasikan dalam kehidupan kita sebagaimana pesan damai dan kasih sayang dalam salam akhir salat kita?
Karena itu, Allah swt menantang kita, apakah kita mampu menjadi role model dengan sikap netral sebagaimana ajaran agama Islam yang wasathiyah? Tantangan itu kita bisa lihat dalam pertengahan Surah al-Baqarah yang jumlahnya 286. Persis pada ayat 143 Allah menantang kita
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ
Terjemahnya: Demikian kami jadikan kalian sebagai umat yang netral agar kalian menjadi saksi (role model) untuk manusia sebagaimana Rasul bagi kalian sebagai saksi (contoh baik).
Jamaah Rahimakumulloh, Hanya dengan contoh, Nabi menjadi referensi kehidupan yang amat kaya dengan hikmah dan pelajaran.
Salah satu saksi yang menjadi bukti sejarah tentang kasih sayang Nabi kepada siapa saja. Suatu ketika, Khalifah Abu Bakar putrinya Aisyah yang juga merupakan istri Nabi. “Wahai anakku, apa kira-kira amal yang pernah dilakukan oleh Rasulullah ketika masih hidup tapi belum aku kerjakan?” Aisyah menjawab, “Rasulullah selalu memberi makan kepada seorang Yahudi buta di pojok sudut pasar.” Abu Bakar kemudian menemui perempuan tersebut. Sambil menyiapkan makanan, Abu Bakar mendekati perempuan Yahudi yang buta itu. Ternyata sang perempuan Yahudi itu menghina Rasulullah dan menyuruh orang-orang di pasar untuk tidak mengikuti ajakan Muhammad yang pendusta dan penyihir. Dalam pikiran Abu Bakar “betapa luar biasa dan besarnya hati Rasulullah”. Kalau bukan karena berusaha mengikuti jejak Rasulullah pastilah Abu Bakar tidak menyuapinya. Akhirnya suapan pertama pun telah masuk. Tapi Abu Bakar sangat kaget. Sambil memuntahkan makanannya, perempuan buta ini berkata ketus, “Siapa kamu, kamu bukan orang yang biasa memberi aku makan.” Abu Bakar berkata, “Dari mana engkau tahu bahwa aku bukanlah orang yang biasa memberimu makan?” Perempuan itu menjawab, “Makanan yang engkau beri tidak kau haluskan lebih dulu. Orang yang biasa memberiku makan selalu menghaluskan makanan lebih dulu karena ia tahu gigiku sudah tak sanggup lagi mengunyah makanan.” Abu Bakar sambil terisak berujar, “Ketahuilah, orang yang biasa memberimu makan sudah wafat, dan aku adalah sahabatnya. Orang yang biasa memberimu makan adalah Muhammad, lelaki yang tiap hari selalu bersabar meski kau hina dan caci”. Perempuan Yahudi yang buta itu seketika tersentak, kemudian tangisannya pun pecah. Ia menyesal belum sempat meminta maaf kepada orang yang sangat peduli dengannya. Padahal, tak satupun keluarganya yang peduli dengan keadaannya. Akhirnya di hadapan Abu Bakar menyatakan keislamannya.
`Dalam kasus lain, Gubernur Amru bin Ash bermaksud membangun masjid, namun di atasnya berdiri sebuah gubuk reyot milik seorang kakek Yahudi. Sang kakek Yahudi keberatan, sekalipun gubuk reyotnya akan diganti dengan tempat tinggal yang jauh lebih baik. Karena desakan gubernur membuatnya tak berdaya untuk bertahan. Sang kakek akhirnya meninggalkan gubuk itu dengan rasa kesal dan marah. Meski demikian, ia tak putus asa. Ia bersikukuh bertemu langsung khalifah Umar ibnul Khaththab. Walhasil sang kakek berhasil menemui sang Khalifah, setelah beliau mendengar secara seksama, beliau mengambil sepotong tulang yang digoreskan dengan pedangnya untuk dikirimkan kepada Gubernur Amru bin Ash.
Ketika kiriman itu sampai di hadapan gubernur, sekonyong-konyong gubernur yang berwibawa menjadi pucat pasi, gemetar, dan menangis terisak-isak. Sang kakek bertanya kondisi jiwa sang gubernur, Amru bin Ash menjawab, “ sebagai gubernur saya tidak mampu berlaku adil. Aku tidak berbuat lurus dalam perkara penggusuran rumahmu. Bagaimana aku dapat memper-tanggungjawabkan ketidakadilanku itu dihadapan Tuhanku kelak. Nanti ketika aku telah berubah menjadi tulang belulang tak ada dayaku lagi untuk memperbaiki diri. Maka jadilah aku makhluk yang merugi, ketika aku melihat tulang bergores ini, sadarlah aku akan kepemimpinanku. Sepertinya kini aku telah menjadi tulang-belulang. Semakin aku menyadari ini, semakin takutlah aku. Baruntung khalifah Umar mengingatkanku,” kata gubernur sambil mengusap air matanya. Sang kakek Yahudi sungguh terkejut dengan penjelasan itu. Tak disangka hati sang gubernur demikian halus. Sangat memperhatikan umatnya dan sangat takut akan ketidakadilan yang dilakukannya. Sang kakek juga sadar, “memang sepantasnya gubukku yang reyot dipindah dan digantikan dengan rumah yang lebih layak, akulah yang justru egois dalam masalah ini.
Marilah kita menggores sebanyak mungkin contoh contoh kerahmatan dan kasih sayang dalam kehidupan kita, agar kita dapat menjadi cermin kepada yang lain.
عن أبي هريرة:] الدينُ يسرٌ ولن يُغالِبَ الدينَ أحدٌ إلا غلبه
“Tidaklah kelembutan itu ada pada sesuatu, kecuali akan menghiasinya. Dan tidaklah kelembutan itu hilang dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya”.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى عِظَمِ نِعَمِهِ وَاِمْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شريكَ لَهُ، تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِ، وَأَشَهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدَهُ وَرَسُولُهُ، وَخَلِيلَهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمَاً كَثِيرَاً. أمَّا بَعْدُ:
فَاِتَّقُوا اللهَ - عِبَادَ اللهِ - حَقَّ التَّقْوَى، وَاِسْتَمْسِكُوا مِنَ الْإِسْلَامِ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى، عِبَادَ اللهِ، لَا يَسْتَطِيعُ كَائِنًا مَنْ كَانَ مِنْ إِنْسٍ أَوْ جَانٍّ أَنْ يَحْجُبَ رَحْمَةً أَوْ يَمْنَعَهَا عَنْ خَلْقِ اللهِ، قَالَ تَعَالَى: ﴿ مَا يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴾ [فاطر: 2]
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ، وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَتِكَ الْمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مَجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ ودَمِّرْ أَعْدَآئَنَا وَأَعْدَآءَ الدِّيْنِ وأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنا إِنْدُوْنِيْسِيَا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكم، وَلَذِكرُ اللهِ أَكْبَرُ