Prof. Dr. Marilang, S.H., M. Hum: Prioritas Prolegnas Harus Didasarkan Kepada UUD 1945

  • 10 Maret 2023
  • 09:41 WITA
  • Admin FSH
  • Berita

Fsh.uin-alauddin.ac.id,, Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. Marilang, S.H., M. Hum saat menjadi narasumber pada kegiatan Dengar Pendapat (Hearing) dengan tema “Pemetaan Kebutuhan Hukum Perencanaan Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029”, yang dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di Hotel Novotel Makassar, Kamis Tanggal 9 Maret 2023.

Kegiatan ini dalam upaya mencari masukan dan gagasan dalam pembentukan perencanaan Program Legislasi Jangka Menengah Tahun 2025-2029 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

Prof. Dr. Marilang, S.H., M. Hum yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang II Fakultas Syariah dan Hukum dalam paparannya mengatakan bahwa prioritas Prolegnas harus didasarkan kepada perintah UUD 1945 bahwa sesuatu yang harus diatur dalam undang-undang merupakan perintah UUD 1945, Sesuatu yang diatur merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat yang mendesak dan karena suatu norma hukum dalam pasal-pasal undang-undang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya dan menggantinya dengan norma hukum yang baru.

“Sehubungan dengan itu, maka untuk Prolegnas Pembangunan Hukum Nasional jangka menengah 2025-2029, yang paling dibutuhkan adalah pertama amandemen KUHAP untuk menyesuaikan dengan KHUP selaku Hukum Pidana Materil yang baru saja diundangkan seperti antara lain Pasal 100 KUHP tentang hukuman mati membutuhkan mekanisme baru dalam mengeksekusinya yang tentunya harus diatur dalam KUHAP baru. Kedua amandemen UU No. 1/1974 tentang Perkawinan, utamanya setelah pasal 43 (1) dibatalkan Mahkamah Konstitusi melalui putusannya No. 46/PUU-VIII/2010 sekaligus menciptakan norma hukum baru bahwa anak luar nikah memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya jika dapat dibuktikan secara ilmu pengetahuan bahwa antara keduanya memiliki hubungan darah. Amandenen pasal 43 (1) yg telah dibatalkan diganti dengan pasal lain yang materi muatannya sebagaimana materi dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010,” Kata Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum Bidang Hukum Pidana.

Lebih Lanjut, Prof. Dr. Marilang, S.H., M. Hum mengatakan “Perlu menambah satu pasal untuk mempertegas pasal 2 (1) UU Perkawinan yang melarang perkawinan beda agama yaitu pasal yang mengatur tentang ancaman pembatalan terhadap perkawinan beda agama agar tidak ada lagi warga negara beragama Islam kawin beda agama. Demikian juga pasal 2 (2) perlu dirumuskan ulang menjadi "Tiap2 perkawinan yang sah harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yg berlaku". Jadi harus ditambah frasa “Sah” pada pasal 2 (2)”.

“Yang terakhir bahwa Hukum Acara Peradilan Agama juga perlu diubah dengan menambah kewenangan Pengadilan Agama dalam memeriksa kontrak/perjanjian antara bankir Syariah dengan nasabah dalam perjanjian kredit dengan jaminan benda tidak bergerak. Maksudnya agar sebelum bankir mengeksekusi sendiri/parate eksekusi barang jaminan karena nasabah dituduh wanprestasi, bankir diwajibkan mengajukan permohonan ke PA untuk memerika perjanjian kredit tersebut apakah sah atau tidak. Karena sudah banyak kasus eksekusi parate telah dilaksanakan ternyata perjanjian kreditnya tidak sah seperti perjanjian kredit syariah yang diberi judul MURABAH, yang perjanjian semacan ini batal demi hukum menurut pasal 1320 KUHPerdata dan kalau perjanjian tidak sah berarti tidak ada wanprestasi sehingga barang jaminan tidak bisa dieksekusi oleh bank,” tutup Prof. Dr. Marilang, S.H., M.Hum.

Hadir pada kegiatan tersebut selain Prof. Dr. Marilang, S.H., M. Hum, juga Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. Hamzah, S.H., M.H. yang bertindak sebagai pemateri pada seasen I , Prof. Dr. Aminuddin Salle, S.H., M.H Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Pakar Hukum Adat, Ketua Dewan Kebudayaan Kota Makassar dan undangan lainnya. *Sy