Fsh.uin-alauddin.ac.id,, Hal ini disampaikan
oleh Prof. Dr. Marilang, S.H., M. Hum saat menjadi narasumber pada kegiatan
Dengar Pendapat (Hearing) dengan tema
“Pemetaan Kebutuhan Hukum Perencanaan Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029”,
yang dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia di Hotel Novotel Makassar, Kamis Tanggal 9
Maret 2023.
Kegiatan ini dalam upaya mencari
masukan dan gagasan dalam pembentukan perencanaan Program Legislasi Jangka
Menengah Tahun 2025-2029 Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Prof. Dr. Marilang, S.H., M. Hum
yang juga menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang II Fakultas Syariah dan Hukum
dalam paparannya mengatakan bahwa prioritas Prolegnas harus didasarkan kepada perintah
UUD 1945 bahwa sesuatu yang harus diatur dalam undang-undang merupakan perintah
UUD 1945, Sesuatu yang diatur merupakan tuntutan kebutuhan masyarakat yang
mendesak dan karena suatu norma hukum dalam pasal-pasal undang-undang telah
dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusannya dan menggantinya dengan
norma hukum yang baru.
“Sehubungan dengan itu, maka
untuk Prolegnas Pembangunan Hukum Nasional jangka menengah 2025-2029, yang
paling dibutuhkan adalah pertama amandemen KUHAP untuk menyesuaikan dengan KHUP
selaku Hukum Pidana Materil yang baru saja diundangkan seperti antara lain
Pasal 100 KUHP tentang hukuman mati membutuhkan mekanisme baru dalam
mengeksekusinya yang tentunya harus diatur dalam KUHAP baru. Kedua amandemen UU
No. 1/1974 tentang Perkawinan, utamanya setelah pasal 43 (1) dibatalkan
Mahkamah Konstitusi melalui putusannya No. 46/PUU-VIII/2010 sekaligus menciptakan
norma hukum baru bahwa anak luar nikah memiliki hubungan keperdataan dengan
ayah biologisnya jika dapat dibuktikan secara ilmu pengetahuan bahwa antara keduanya
memiliki hubungan darah. Amandenen pasal 43 (1) yg telah dibatalkan diganti dengan
pasal lain yang materi muatannya sebagaimana materi dalam putusan Mahkamah
Konstitusi No. 46/PUU-VIII/2010,” Kata Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum
Bidang Hukum Pidana.
Lebih Lanjut, Prof. Dr. Marilang,
S.H., M. Hum mengatakan “Perlu menambah satu pasal untuk mempertegas pasal 2
(1) UU Perkawinan yang melarang perkawinan beda agama yaitu pasal yang mengatur
tentang ancaman pembatalan terhadap perkawinan beda agama agar tidak ada lagi
warga negara beragama Islam kawin beda agama. Demikian juga pasal 2 (2) perlu
dirumuskan ulang menjadi "Tiap2 perkawinan yang sah harus dicatat menurut
peraturan perundang-undangan yg berlaku". Jadi harus ditambah frasa “Sah”
pada pasal 2 (2)”.
“Yang terakhir bahwa Hukum Acara
Peradilan Agama juga perlu diubah dengan menambah kewenangan Pengadilan Agama
dalam memeriksa kontrak/perjanjian antara bankir Syariah dengan nasabah dalam
perjanjian kredit dengan jaminan benda tidak bergerak. Maksudnya agar sebelum bankir
mengeksekusi sendiri/parate eksekusi barang jaminan karena nasabah dituduh
wanprestasi, bankir diwajibkan mengajukan permohonan ke PA untuk memerika perjanjian
kredit tersebut apakah sah atau tidak. Karena sudah banyak kasus eksekusi
parate telah dilaksanakan ternyata perjanjian kreditnya tidak sah seperti
perjanjian kredit syariah yang diberi judul MURABAH, yang perjanjian semacan
ini batal demi hukum menurut pasal 1320 KUHPerdata dan kalau perjanjian tidak
sah berarti tidak ada wanprestasi sehingga barang jaminan tidak bisa dieksekusi
oleh bank,” tutup Prof. Dr. Marilang, S.H., M.Hum.
Hadir pada kegiatan tersebut selain
Prof. Dr. Marilang, S.H., M. Hum, juga Dekan Fakultas Hukum Unhas Prof. Dr. Hamzah,
S.H., M.H. yang bertindak sebagai pemateri pada seasen I , Prof. Dr. Aminuddin
Salle, S.H., M.H Guru Besar Fakultas Hukum Unhas, Pakar Hukum Adat, Ketua Dewan
Kebudayaan Kota Makassar dan undangan lainnya. *Sy